Memo: Pertanyaan dari Selembar yang Tertahan di Pohon Ketapang kepada Selembar Lain yang Telah Jatuh dan Tersapu Orang
sempatkah aku menjadi kering
dan jatuh di halaman itu
sebelum kau terbakar api
dan tumbuh kembali
sebagai daun
di tangkai yang lain?
Sebuah Band dan Sejumlah Personil yang Tidak Tepat
1. Penjaga Kasir
aku melihat angka-angka, tapi hanya ada dua macam angka
angka berwarna putih dan angka berwarna hitam di antaranya
mana yang harus kutekan untuk menjumlahkan harga
sebotol nyawa, dua butir obat tidur, dan sebungkus roti
belanjaan milik Tuan Pencabut Nyawa ini?
tapi angka berwarna putih ini jumlahnya banyak sekali
begitu pula dengan angka berwarna hitam, bisakah
aku menekannya bersamaan saja, sebab tiba-tiba
mesin kasir ini mengeluarkan suara yang begitu merdu
di telinga, dan tiba-tiba Tuan Pencabut Nyawa itu
mengembalikan semua belanjaannya dan pergi
berlalu, sambil menggumam
seperti menyanyikan sebuah lagu
2. Penenun Kain
sepertinya aku tak bisa membuat kain dari benang-benang
keras dan kasar seperti ini, lagipula kalaupun aku bisa
siapa yang mau dan mampu menjahitnya menjadi baju?
siapa pula yang mau membeli dan mengenakannya?
ah, aku hanya penenun, tak perlu memusingkan hal itu
baiknya kujalin saja enam helai benang
yang suka berbunyi sendiri ini
siapa tahu ada peri baik hati yang datang
dan sudi mengenakannya dengan senang hati
3. Pemecah Batu
aku perlu palu, bukan tongkat bertubuh pendek seperti kurcaci
bagaimana aku bisa bekerja, kalau alat pemukulku tak ada
dan kenapa pula batu-batu ini bersuara
kenapa mereka seolah marah kepadaku
aku hanya memisahkan mereka dari ibu dan bapaknya
agar mereka hidup sendiri dan sanggup hidup mandiri
aku hanya membuat keluarga mereka jadi lebih ramai
agar aku tak lagi merasa sepi dan menangis seorang diri
4. Pembaca Berita
mana teks berjalan itu, mana suara
yang biasa membisik di telingaku
aku tak hapal dengan kalimat yang harus kuucapkan
aku tak bisa membuat kabar kematian jadi terdengar
tak begitu menyedihkan
aku tak mengerti irama suara yang tepat
untuk menyampaikan kata-kata ini
aku tak tahu bagaimana cara bersuara
di depan Penonton Yang Maha Esa itu!
Memo: Sepasang Daun Ketapang
kelak kita akan menguning dan tak lagi
mampu bertahan di ranting yang kian
renta ini
tapi percayalah saat jatuh dan tersapu
nanti akan ada yang menyatukan kita
kembali
dalam rimbun rumah api.
Bernard Batubara 08 Maret jam 15:13
Bernard Batubara lahir di Pontianak, Kalimantan Barat, 9 Juli 1989. Kuliah di Universitas Islam Indonesia. Sajak-sajaknya pernah dimuat di majalah GONG, harian Kompas, Batam Pos, Koran Tempo, Jurnal Nasional, dan Suara Merdeka. Juga termaktub dalam buku antologi puisi bersama, Pedas Lada Pasir Kuarsa (Antologi Puisi Temu Sastrawan Indonesia II, Bangka Belitung, 2009), dan Retorika Bangsaku (LPM PROFESI, 2010). Buku kumpulan puisinya yang terbaru, “Angsa-angsa Ketapang” (Greentea, 2010). Menyimpan tulisannya di blog pribadi http://bisikanbusuk.blogspot.com